Home / Pendidikan

Kamis, 2 Oktober 2025 - 05:28 WIB

Mengungkap dan Mengenang Jejak Sejarah Raja Banjar ke 16: Sultan Hidayatullah Al Watsiq Billah, Ulama Berjubah Kuning

Banjarmasin – PeloporNews Kalimantan –
Di Jalan Pangeran Hidayatullah, Kelurahan Sawah Gede, Kecamatan Cianjur, terdapat sebuah pusara yang sunyi namun menyimpan makna sejarah yang mendalam. Di sinilah bersemayam Sultan Hidayatullah Al Watsiq Billah, raja ke-16 dan Sultan terakhir Kesultanan Banjar, yang dikenal oleh rakyat Cianjur sebagai Ulama Berjubah Kuning.

Awal Kehidupan dan Penobatan

Lahir di Martapura, Kalimantan Selatan pada tahun 1822 M, dengan nama kecil Gusti Andarun, beliau adalah putra Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al Watsiq Billah dan Ratu Siti binti Pangeran Husin Mangkubumi Nata. Sejak muda, Sultan Hidayatullah telah dibekali dengan nilai-nilai agama dan kepemimpinan yang kuat.

Pada tahun 1843 M, berdasarkan Surat Wasiat Sultan Adam, Gusti Andarun dideklarasikan sebagai Sultan Banjar secara de jure. Rakyat pun mengangkatnya secara de facto di Banua Lima, memberi gelar mulia: Sultan Hidayatullah Al Watsiq Billah.

Baca Juga :  Prestasi Gemilang: Mahasiswa Politeknik Batulicin Raih Juara 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional

Sang Panglima Perang yang Gagah Berani dan karismatik

Di tengah berkobarnya Perang Banjar (1859–1862 M), Sultan Hidayatullah muncul sebagai panglima utama, memimpin perjuangan melawan kolonial Belanda dengan semboyan “Dalas Hangit, Waja Sampai ka Puting” (Pantang mundur, berjuang sampai akhir). Dari Martapura hingga Banua Lima, beliau menggalang kekuatan rakyat untuk melawan penjajah.

Strategi perlawanan yang berbasis rakyat membuat Belanda kewalahan. Selama tiga setengah tahun, mereka berusaha menundukkan Sultan Hidayatullah — yang bahkan dijuluki sebagai Hoofdopstandeling (Kepala Pemberontak) oleh Belanda.

Pengkhianatan dan Penangkapan

Namun, Belanda tidak hanya bertempur di medan perang. Dengan siasat licik, mereka menyandera ibu, istri, dan kakanda Sultan untuk memaksa beliau keluar dari basis perlawanan. Di Martapura, Sultan disergap dan dibawa dengan kapal perang Van Oost, kemudian diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat, pada 17 Maret 1862.

Baca Juga :  Ombudsman RI dan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Tingkatkan Sinergi dalam Penandatanganan MoU

Akhir Hayat di Pengasingan

Di tanah pengasingan, Sultan Hidayatullah tidak larut dalam kesedihan. Ia justru menjelma menjadi sosok ulama yang meneduhkan dan penuh kasih. Dengan jubah kuningnya, beliau berdakwah, mengajarkan agama, dan menebar kebaikan, hingga masyarakat Cianjur menjulukinya Ulama Berjubah Kuning.

Pada Rabu, 23 Sya’ban 1322 H / 2 November 1904 M, Sultan Hidayatullah berpulang dalam usia 82 tahun. Beliau dimakamkan di Pusara Bukit Joglo, Cianjur, sebuah tempat yang kini menjadi saksi bisu kejayaan dan penderitaan seorang raja pejuang.

Warisan Abadi :

Sultan Hidayatullah bukan hanya raja terakhir Kesultanan Banjar; ia adalah simbol perlawanan, kesetiaan, dan keimanan. Dari medan perang hingga pengasingan, beliau tetap menjaga martabat bangsanya. Kisah hidupnya adalah pesan abadi tentang keberanian dan pengorbanan, yang patut dikenang oleh generasi mendatang.

Mari kita jaga dan lestarikan warisan sejarah ini, agar tidak terlupakan oleh waktu.”(Nata/Team)

Share :

Baca Juga

Pendidikan

Pangeran Syarif Nata Kusuma: Ulama Hadramaut yang Menjadi Menantu Sultan Adam dan Tokoh Penting Kesultanan Banjar

Pendidikan

Pemkab Kotabaru Serahkan Bantuan Perlengkapan Sekolah Untuk Tingkat Paud, SD dan SMP

Pendidikan

Anggota DPRD Tanah Bumbu Abdul Rahim Dorong Kampanye Anti-Bullying di Sekolah: Wujudkan Lingkungan Pendidikan yang Aman dan Inklusif

Pendidikan

Pangeran Suria Winata, Sang Bangsawan Banjar yang Jadi Regent Martapura di Masa Transisi Kesultanan ke Kolonial

Pendidikan

Mengenang Sulthan Muhammad Aminullah, Penguasa Bijak Banjar yang Wafat di Pulau Laut”

Pendidikan

Jejak Heroik Demang Lehman, Panglima Perang Banjar yang Tak Takut Mati Demi Kemerdekaan: Melawan Kolonialisme Belanda

Pendidikan

Jejak Agung Raden Zakaria: Pendiri Masjid Pertama di Martapura Tahun 1596, Sang Ulama yang Menyatukan Banjar dengan Ilmu dan Cinta Damai

Pendidikan

Menggema di Tanah Bumbu! Peringatan Hari Santri 2025 Teguhkan Peran Pesantren Jaga Kemerdekaan dan Peradaban