Tanah Bumbu-Pelopor News Kalimantan
Oleh: Noorhalis Majid
Tensi politik kini mencapai puncaknya, menjadi bahan perbincangan di berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari warung kopi hingga acara keluarga, sosok Capres dan Cawapres menjadi topik utama.
Dalam arena politik, berbagai kubu hadir dengan fanatisme “ragap papan” atau gaya moderat yang tetap menjaga jarak. Semua ini terjadi seiring kemajuan informasi dan kecepatan media sosial yang memberikan akses yang sama kepada semua individu.
Dalam situasi ini, siapapun bisa menjadi pengamat politik, bahkan tanpa latar belakang pendidikan yang memadai. Namun, perlu diwaspadai bahwa semangat untuk mempertahankan pendapat sering kali berujung pada “bakancangan urat gulu”.
Ketika semua orang memiliki akses yang sama terhadap berita, kewarasan menjadi kunci penting. Meskipun seseorang mungkin ahli dalam menjelaskan pendapat tokoh-tokoh tertentu, tanpa pemahaman substansi yang memadai, diskusi bisa berubah menjadi debat kusir.
Dalam konteks politik, menjaga kewarasan menjadi hal esensial. Politik melibatkan negosiasi, kompromi, dan kesepakatan. Pilihan taktis strategis dibutuhkan, bukan “bakancangan urat gulu” yang tidak mempertimbangkan dinamika perubahan.
Penting untuk menyadari bahwa politik bukanlah hal yang statis. Dalam Pilpres dengan dua putaran, negosiasi dan kompromi menjadi kunci. Mempertahankan pendapat boleh, namun harus dilakukan dengan bijak tanpa mengabaikan realitas politik yang penuh dengan dinamika. (Team)