Banjarbaru, PeloporNews Kalimantan— Langkah Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Polda Kalsel) yang kembali membuka penyidikan terhadap perkara lama menimbulkan tanda tanya dari Eddy Sugiarto, warga Kabupaten Kotabaru.
Pasalnya, kasus tersebut sebelumnya telah dinyatakan dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada tahun 2017 karena dianggap tidak cukup bukti.
Kasus yang dimaksud bermula dari laporan Benny Ardianto pada tahun 2016. Setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan, pihak kepolisian saat itu menyimpulkan bahwa tidak ditemukan unsur pidana yang cukup kuat, sehingga diterbitkan SP3. Namun delapan tahun kemudian, tepatnya pada akhir September 2025, Polda Kalsel kembali mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap perkara yang sama.
Langkah ini diambil menyusul adanya putusan praperadilan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 4/Pid.Pra/2025/PN Bjm, yang memerintahkan pencabutan penghentian penyidikan. Permohonan praperadilan tersebut diajukan oleh pihak pelapor, Benny Ardianto, yang menilai penerbitan SP3 tahun 2017 tidak sah secara hukum.
Dari informasi yang dihimpun, diketahui bahwa pelapor mengajukan praperadilan dengan tujuan agar laporan tahun 2016 tersebut kembali diproses secara pidana. Namun, fakta menunjukkan bahwa substansi perkara yang sama sebelumnya telah diselesaikan melalui jalur perdata, dan seluruh putusan — mulai dari tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, hingga Peninjauan Kembali (PK) ,dimenangkan oleh pihak Eddy Sugiarto.
“Semua proses hukum perdata sudah saya jalani hingga tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, dan hasilnya saya selalu dimenangkan bahkan sudah penetapan Eksekusi dari Pengadilan Negeri. Jadi saya heran, kenapa tahun 2025 ini kasus yang sudah SP3 masih dibuka kembali?” ujar Eddy kepada wartawan , Kamis (30/10/2025).

Eddy juga menilai, langkah hukum yang ditempuh pelapor patut dipertanyakan karena substansi perkara sudah pernah diperiksa dan diputus secara tuntas di ranah hukum perdata.
“Saya menghormati proses hukum, tapi saya ingin tahu dasar hukumnya. Kasus ini sudah dihentikan karena tidak cukup bukti, lalu kenapa sekarang dibuka lagi? Apa maksud dan tujuannya?” tambahnya.
Meski begitu, Eddy menegaskan dirinya tetap kooperatif dan siap memberikan klarifikasi jika dibutuhkan penyidik. Ia berharap penegakan hukum berjalan transparan, objektif, dan sesuai aturan yang berlaku.
Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi, penyidikan lanjutan perkara ini kini ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalsel, berdasarkan surat perintah penyidikan dan surat tugas penyidik tertanggal 30 September 2025. SPDP kasus tersebut juga telah disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan sebagai bagian dari prosedur resmi penyidikan.
Sesuai dengan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, penyidikan yang telah dihentikan hanya dapat dibuka kembali apabila ditemukan bukti baru (novum) atau jika ada putusan praperadilan yang menyatakan penghentian penyidikan (SP3) tidak sah.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Polda Kalsel maupun Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan terkait dasar hukum dan alasan pembukaan kembali perkara yang telah dihentikan delapan tahun lalu tersebut.”(Tim)











